KISI KISI SOAL TES AKHIR GURU PEMBELAJAR MODUL A KELAS AWAL
KISI KISI SOAL TES AKHIR GURU PEMBELAJAR MODUL A KELAS TINGGI
Yang penasaran seputar GURU PEMBELAJAR mari belajar bersama dengan peserta, instruktur nasional, mentor, admin serta pengampu guru pembelajar di sini
KISI KISI SOAL TES AKHIR GURU PEMBELAJAR MODUL B KELAS AWAL
KISI KISI SOAL TES AKHIR GURU PEMBELAJAR MODUL B KELAS TINGGI
KISI KISI SOAL TES AKHIR GURU PEMBELAJAR MODUL C KELAS AWAL
KISI KISI SOAL TES AKHIR GURU PEMBELAJAR MODUL C KELAS TINGGI
KISI KISI SOAL TES AKHIR GURU PEMBELAJAR MODUL D KELAS AWAL
KISI KISI SOAL TES AKHIR GURU PEMBELAJAR MODUL D KELAS TINGGI
KISI KISI SOAL TES AKHIR (POST TEST) MODUL E KELAS AWAL
KISI KISI SOAL TES AKHIR (POST TEST) MODUL E KELAS TINGGI
Materi yang ada dalam mOdul E kelas tinggi SD diantaranya sebagai berikut
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut menunjukkan bahwa tahapan kegiatan pengukuran dalam pembelajaran ada tiga. Pertama, menentukan apa yang akan diukur dari peserta didik. Misal, hasil belajar peserta didik, maka terlebih dahulu ditentukan kompetensi apa saja yang akan diukur dan apa saja indikator yang menunjukkan bahwa kompetensi tersebut telah dicapai. Kedua, menentukan atau menyusun alat ukur, dalam hal ini instrumen pengukuran dan bagaimana mengukurnya. Ketiga, menentukan kriteria pengukuran sehingga hasil pengukuran dapat dinyatakan dalam angka.
Penentuan angka yang diberikan terhadap hasil pengukuran, tergantung pada skala pengukuran yang digunakan. Berikut diuraikan jenis-jenis skala pengukuran, yaitu skala nominal, ordinal, interval, dan rasio.
1) Skala Nominal (skala label)
Contoh pengukuran yang menggunakan skala nominal adalah menentukan banyak peserta didik putra dan putri. Misal, putra dinyatakan dengan angka “0” dan putri dengan angka “1”. Seseorang dapat juga memberi angka “1” untuk putra dan angka “0” untuk putri. Contoh di atas mengenai jenis kelamin. Contoh lain, adalah mengenai jenis pekerjaan orang tua peserta didik. Misalkan, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dinyatakan dengan angka “1”, Pegawai Swasta dinyatakan dengan angka “2”, Petani dinyatakan dengan angka “3”, Pengusaha dinyatakan dengan angka “4”, dan seterusnya. Dapat dilihat bahwa angka yang diberikan untuk menyatakan hasil pengukuran di atas tidak dapat diranking dan tidak dapat dilakukan operasi hitung terhadap angka-angka tersebut.
2) Skala Ordinal (skala peringkat)
Contoh pengukuran yang menggunakan skala ordinal adalah tingkat pendidikan orang tua peserta didik. Misal, tamatan Sekolah Dasar (SD) dinyatakan dengan angka “1”, tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dinyatakan dengan angka “2”, tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) dinyatakan dengan angka “3”, dan tamatan Perguruan Tinggi (PT) dinyatakan dengan angka “4”. Dapat dilihat bahwa angka yang diberikan untuk menyatakan hasil pengukuran di atas dapat diranking tetapi tidak dapat dilakukan operasi hitung.
3) Skala Interval (skala jarak)
Contoh pengukuran yang menggunakan skala interval adalah nilai peserta didik. Angka yang diberikan untuk menyatakan nilai peserta didik dapat diranking dan dapat dilakukan operasi hitung. Pengukuran yang menggunakan skala interval tidak mempunyai “nol mutlak”. Peserta didik yang memperoleh nilai “0” (nol) bukan berarti ia tidak punya kemampuan sama sekali.
4) Skala Rasio (skala mutlak)
Contoh pengukuran yang menggunakan skala rasio adalah hasil panen Pak Tani, dalam hal ini berat hasil panen. Angka yang diberikan untuk menyatakan berat hasil panen dapat diranking dan dapat dilakukan operasi hitung. Pengukuran yang menggunakan skala rasio mempunyai “nol mutlak”. Pak Tani yang hasil panennya “0” (nol), misal karena areal sawahnya dilanda banjir, berarti ia tidak mempunyai hasil panen sama sekali. Contoh lain adalah tinggi badan dan penghasilan seseorang.
Kegiatan pengukuran yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan semestinya didukung oleh penggunaan alat ukur yang berkualitas pula. Alat ukur atau instrumen pengukuran yang pada umumnya digunakan, seperti tes, hendaknya valid dan reliabel. Validitas suatu tes berkenaan dengan keakuratan dari interpretasi skor tes. Sedangkan reliabilitas suatu tes
berkenaan dengan kestabilan atau konsistensi skor tes. Hal ini berarti bahwa suatu instrumen pengukuran dikatakan valid jika instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur.
Jika yang ingin diukur adalah hasil belajar peserta didik berkenaan dengan suatu kompetensi yang diharapkan maka alat ukurnya adalah tes yang berkenaan dengan kompetensi yang dimaksud. Suatu alat ukur dikatakan reliabel jika alat ukur tersebut digunakan untuk mengukur suatu objek berkali-kali hasilnya konsisten atau stabil.
b. Penilaian
Penilaian adalah prosedur yang sistematis untuk mengumpulkan informasi yang dapat digunakan untuk membuat kesimpulan tentang karakteristik orang atau objek (Reynold, et al, 2009). Selanjutnya, Djemari Mardapi (2012) menyatakan bahwa penilaian mencakup semua cara yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang individu. Untuk menilai prestasi peserta didik, peserta didik mengerjakan tugas-tugas, mengikuti ujian tengah semester, dan ujian akhir semester. Semua data diolah menjadi informasi tentang individu.
Berdasarkan uraian di atas, proses penilaian meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian belajar peserta didik. Hal ini berarti bahwa penilaian merupakan serangkaian proses pengumpulan data mengenai suatu individu, yang diperoleh melalui beberapa alat ukur, kemudian hasilnya diolah sehingga diperoleh suatu informasi mengenai suatu individu.
Alat ukur yang digunakan untuk menilai capaian pembelajaran peserta didik disebut instrumen penilaian. Sebagai contoh, nilai matematika di rapor peserta didik diperoleh dari tugas-tugas matematika dan beberapa kali ujian matematika. Penilaian merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari komponen lainnya khususnya pembelajaran. Penilaian adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik (Kemendikbud, 2015).
c. Evaluasi
Pengertian evaluasi menurut Djemari Mardapi (2008) merupakan salah satu kegiatan dalam meningkatkan kualitas, kinerja, atau produktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya. Fokus evaluasi adalah individu, yaitu prestasi belajar yang dicapai kelompok atau kelas. Melalui evaluasi akan diperoleh informasi tentang apa yang telah dicapai dan mana yang belum, dan selanjutnya informasi ini digunakan untuk perbaikan suatu program (Djemari Mardapi, 2008).
Selanjutnya, Wirawan (2012) mendefinisikan evaluasi sebagai riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai objek evaluasi, menilainya dengan membandingkannya dengan indikator evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai objek evaluasi. Tujuan evaluasi program pembelajaran adalah sebagai berikut (Djemari Mardapi, 2012: 31).
a) Untuk menentukan apakah suatu program mencapai tujuan.
b) Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran.
c) Untuk menentukan apakah program sudah tepat.
d) Untuk mengetahui besarnya rasio cost/benefit program.
e) Untuk menentukan siapa yang harus berpartisipasi pada program mendatang.
f) Untuk mengidentifikasi siapa yang memperoleh manfaat secara maksimum dan yang minimum.
g) Untuk menentukan apakah program sudah tepat.
2. Lingkup Penilaian dalam Pembelajaran
Penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah berdasarkan Kurikulum 2013 meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Kemendikbud, 2015). Penilaian sikap merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk memperoleh informasi mengenai perilaku peserta didik. di dalam dan di luar pembelajaran.
Penilaian sikap dimaksudkan sebagai penilaian terhadap perilaku peserta didik dalam proses pembelajaran kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler, yang meliputi sikap spiritual dan sosial. Penilaian sikap lebih ditujukan untuk membina perilaku sesuai budi pekerti dalam rangka pembentukan karakter peserta didik sesuai dengan proses pembelajaran.
Penilaian sikap terdiri dari penilaian sikap spiritual (KI-1) dan penilaian sikap sosial (KI-2). Penilaian sikap spiritual antara lain: (1) ketaatan beribadah; (2) berperilaku syukur; (3) berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan; dan (4) toleransi dalam beribadah. Sikap spiritual tersebut dapat ditambah sesuai karakteristik satuan pendidikan. Penilaian sikap sosial meliputi: (1) jujur, (2) disiplin, (3) tanggung jawab, (4) santun, (5) peduli, dan (6) percaya diri. Sikap sosial tersebut dapat ditambah oleh satuan pendidikan sesuai kebutuhan.
Penilaian pengetahuan dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan atau Pemerintah. Penilaian pengetahuan (KI-3) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur penguasaan pengetahuan peserta didik. Penilaian pengetahuan dilakukan dengan cara mengukur penguasaan peserta didik yang mencakup pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam berbagai tingkatan proses berpikir. Penilaian keterampilan (KI-4) dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan/atau Pemerintah. Penilaian keterampilan dimaksudkan untuk mengetahui penguasaan pengetahuan peserta didik dapat digunakan untuk mengenal dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sesungguhnya (dunia nyata).
3. Prinsip-prinsip Penilaian dalam Pembelajaran
Prinsip penilaian Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut (Kemendikbud, 2015).
a. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
b. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
c. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
d. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
e. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
f. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
g. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
h. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
i. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
4. Karakteristik dan Teknik Penilaian
Karakteristik penilaian adalah belajar tuntas, otentik, berkesinambungan, menggunakan bentuk dan teknik penilaian yang bervariasi, dan berdasarkan acuan kriteria (Kemendikbud, 2015).
a. Belajar Tuntas
Ketuntasan belajar merupakan capaian minimal dari kompetensi setiap muatan pelajaran yang harus dikuasai peserta didik dalam kurun waktu belajar tertentu. Ketuntasan belajar dilihat dari ketiga aspek, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Masing-masing aspek memiliki criteria penilaian yang berbeda. Ketuntasan belajar (mastery learning) diketahui jika penilaian ditujukan untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan (diagnostic) proses pembelajaran. Hasil tes diagnostic, ditindaklanjuti dengan pemberian umpan balik (feedback) kepada peserta didik,